SWF Berpotensi Genjot Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Suasana proyek konstruksi infrastruktur di kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (11/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan bahwa proyek konstruksi boleh terus berjalan selama Ibu Kota berstatus Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 membuat seluruh negara di dunia mencari cara agar lolos dari krisis yang mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menyebut, sejumlah stimulus yang dilakukan beberapa negara di dunia.

"Negara di dunia menggelontorkan stimulus yang luar biasa, ada yang menggunakan penurunan suku bunga acuan hingga berhutang. Hasilnya, dunia pasca-COVID-19 akan kelebihan likuiditas dan kelebihan hutang. Hal ini menyebabkan suku bunga di beberapa negara menjadi sangat rendah, sehingga investasi bisa saja menuju Indonesia," ujar dia di acara 7th Indonesia Islamic Economic Forum, Jumat (22/1/2021).

Untuk Indonesia, Budi menyebut, Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Investment Authority (INA) memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi, terlebih dengan terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat.

"SWF yang dibentuk di Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi. Apalagi ada faktor terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat akan melakukan normalisasi kebijakan domestik, dan hubugan internasional,” ujar Budi.


Selain itu, Budi memberikan contoh pada awal masa kepemimpinan Joko Widodo, pembangunan infrastruktur dipacu dengan kencang dengan menggandeng sejumlah perusahaan BUMN.

Oleh karena itu, BUMN dituntut untuk bisa melakukan recycle modal dengan cepat. Hadirnya, pandemi COVID-19 akhirnya membuat sejumlah utang yang dilakukan peeusahaan BUMN menumpuk dan berpotensi menyebabkan proyek infrastruktur akhirnya mangkrak.


"Saat ini terjadi kelebihan likuiditas di dunia, itu sebabnya inisiatif SWF sangat penting untuk mencegah tuir sebelum tajir, meningkatkan produktivitas, serta menyehatkan keuangan BUMN dan memperkuat ruang fiskal,” ujar dia.


Sebelum pandemi COVID-19, Budi mengatakan, 11 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disisihkan untuk membayar bunga pinjaman, dan akhirnya melonjak menjadi sekitar 21 persen saat ini. 

Share:

Arsip Blog

Recent Posts